Genre horor tetap jadi favorit pilihan masyarakat kita dalam menonton film,jarang sekali film horor kurang dinikmati terlebih menyangkut budaya dan agama, walaupun beberapa waktu lalu sutradara,penulis naskah film menyinggung tentang tema horor yang terlalu menjelekan sebuah tata cara agama islam membuat pro dan kontra, namun semua akan kembali lagi pada diri penonton yang menikmati sebuah film horor murni tanpa embel-embel agama hanya sekedar hiburan semata, memicu andrenalin untuk dirinya sendiri. Apakah film horor mengajar kita sesuatu kehidupan lebih baik dalam beragama, pertanyaan ini timbul setelah menonton sebuah film yang patut dibicarakan sesudahnya. Sutradara Joko Anwar dalam film ke-10nya membuat gebrakan baru dalam cerita horor tidak sekedar horor biasa namun dibalik ada tersirat cerita hubungan keluarga, kepercayaan dan oranglain menjadi bagian cerita yang menyeluruh.
Disaat masih kecil Sita (Faradina Mufti) dan Adil (Reza Rahadian) melihat kedua orangtuanya meninggal akibat bom bunuh diri, dimana pelaku tersebut sebelum melancarkan aksinya mendengar suara misterius dalam sebuah rekaman kaset, saat itulah Sita kehilangan kepercayaan agama dimana seseorang berada jalan Tuhan dengan membunuh manusia. Dalam keadaan goyah Sita dan Adil berada disebuah pesantren namun dia tetap merasakan kehampaan diri akan kehidupan serta melihat kejadian aneh, berjalannya waktu Sita bekerja sebagai suster dalam panti jompo sedangkan Adil sebagai pemandi jenasah. Disinilah awal bagi Sita ingin membuktikan selama ini apakah benar setiap orang jahat ketika dia meninggal merasakan suara-suara seperti kaset yang dia terima waktu kecil dan diapun ikut masuk dalam kuburannya membuktikan semuanya. Bahwa siksa kubur yang didengar dari pemuka agama nyata adanya atau semua omong kosong belaka tapi ada konsekuensi yang harus Sita dan Adil bayar ketika tidak percaya.
Alur cerita pada linimasa masa kecil dalam pesantren hingga dewasa tidak terlalu berpengaruh, saya berharap ada kelanjutannya tapi hanya sepengal cerita saja. Fokus saat mereka sudah dewasa saat pemikiran akan akhirat terlihat jelas, karakter Sita begitu dominan mencari kebenarannya lewat rekaman handycam ( kamera video ) yang dibawa saat dikubur, Adil justru pasif dalam tindakannya, keberanian Sita memuncak ada salah satu penghuni panti yang terkenal baik meninggal dunia, bagi Sita adalah kesempatan sekian kali berada dalam kuburan, tapi apa yang terjadi Sita melalui hari-hari banyak kejadian membuat Sita tidak dapat bertahan, kengerian, kematian mendadak menghantui Sita terlebih kepercayaan mulai pudar.
Dalam segi teknis perpaduan scoring, tata cahaya, sinematography terlihat sangat detil detuk jantung penonton dibuat serasa rollercoster akabat jumpscare gak harus begitu-begitu saja seperti film horor lain, lorong saat berlari dengan cahaya senter makin menambah penasaran seperti shaking camera terasa natural, visual makeup sosok menyeramkan sangat menunjang ditambah lokasi sempit menjadikan gerak pemain sangat terjaga, belum lagi ada beberapa adegan gore cukup membuat kita berteriak keras. memang banyak karakter pendukung yang tampil sangat memukau wajar saja Joko Anwar memilih Christien Hakim, Jajang C. Noer, Jenar Maesa Ayu, Happy Salma, Slamet Raharjo dan masih banyak yang lainnya. Penokohan karakter pembantu membuat jalinan cerita sederhana menjadi bahan pemikiran penonton sebagai bahan diskusi panjang “Dengan tayangnya film “Siksa Kubur” di momen lebaran, semoga bisa memberikan bahan renungan bagi kita semua. Selama ini mungkin saja kita menormalisasi dosa, dengan menonton “Siksa Kubur” kita diajak untuk me-reset lagi. Mempertanyakan kembali, apakah benar kita beragama dan percaya dengan Tuhan, kalau masih menormalisasi dosa. Mari tanyakan pada diri kita masing-masing,” kata sutradara “Siksa Kubur” Joko Anwar. saat press confrence beberapa waktu lalu di Bioskop Cinema21 Epicentrum, Jakarta.
Apakah pemeluk agama bukan Islam dapat memahami bagi saya tidak terlalu berpengaruh setelah menonton film ini, karena keyakinan tiap pribadi sangat berbeda. Lewat konsep penceritaan yang tidak menggurui, “Siksa Kubur” juga bisa mengajak penonton setelahnya untuk berdiskusi dan ngobrol bersama keluarga. Nilai universalitas yang ada di film juga membuat “Siksa Kubur” pun bisa dinikmati oleh seluruh kalangan penonton. Pemeran Adil, Reza Rahadian, mengatakan alih-alih menjustifikasi penonton, cara bertutur film “Siksa Kubur” justru mengajak penonton untuk bertanya terhadap diri sendiri. Ia berharap setelah menonton “Siksa Kubur” para penonton juga bisa berefleksi bersama keluarga mereka.Seperti apa yang sudah kita perbuat untuk orangtua, saudara, dan apa saja yang sudah kita lakukan selama ini. Jadi ini menjadi refleksi bagi bersama untuk keluarga,” kata Reza Rahadian tuturnya saat media press confrence. “Siksa Kubur” tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada lebaran tahun ini, mulai 11April 2024. Overall 8.5/10
TENTANG COME AND SEE PICTURES
Come and See Pictures adalah production house yang didirikan Joko Anwar dan Tia Hasibuan pada tahun 2020 yang berkomitmen untuk memproduksi film-film berkualitas dengan cara bercerita yang unik serta craftsmanship yang tinggi. Film pertama yang mereka produksi adalah Pengabdi Setan 2: Communion untuk Rapi Films. Selain Siksa Kubur, Come and See Pictures juga telah merampungkan series original Netflix berjudul Nightmares and Daydreams yang akan tayang tahun ini, serta memproduksi film panjang untuk Amazon Studios bertajuk The Siege.
Comments
Post a Comment