Sejak menit awal film How To Make Millions Before Grandma Dies dimulai, rasanya saya melihat adegan yang sangat familiar. Sebagai seorang keturunan, saya mengenal betul tradisi yang ditampilkan pada awal film yaitu Qingming atau Ching Ming. adalah sebuah tradisi asli China kuno yang masih berlanjut sampai saat ini terutama oleh warga keturunan China atau sering disebut Tionghoa di negara Asia termasuk Indonesia, Secara umum kegiatan yang dilakukan saat Qingming mirip dengan tradisi "nyekar" atau "ziarah" di Indonesia menjelang hari raya besar keagamaan. Jadi saat Qingming ini, biasanya masyakarat Tionghoa akan datang ke kuburan leluhurnya untuk berdoa dan memberikan berbagai macam sajian, umumnya berupa nasi, teh, buah-buahan, lauk pauk dan juga bunga. Pada hari tersebut juga menjadi ajang berkumpulnya keluarga besar, apalagi kalau anggota keluarganya sudah banyak yang merantau ke daerah lain. Kuburan etnis Tionghoa kebetulan juga mencolok dan lebih besar daripada kuburan pada umumnya. Batu nisan yang semakin besar dan luas dengan ornamen keramik menandakan bahwa anak dan cucu nya hidup lebih makmur karena mampu membuatkan "rumah masa depan" yang mewah. Sehingga memang terlihat betul tingkat kesejahteraan keluarganya. saya sendiri juga merasakan langsung pengalaman ikut Qingming atau dikenal dengan nama "Ceng Beng". Kalau di Indonesia, Qingming jatuh di bulan 4 pada penanggalan masehi.
Kembali lagi ke Film How To Make Millions Before Grandma Dies. Saya juga melihat adanya akulturasi tradisi Tionghoa yang meresap di tengah budaya Thailand. Saya sendiri merasa ada kesamaan dengan tokoh utama aktornya yaitu M (Putthipong Assaratanakul) yang merupakan cucu dari keluarga Amah (sebutan nenek) yang masih keturunan China-Thailand namun sama sekali tidak bisa berbahasa Thiociu Mandarin. Amah yang begitu memegang tradisi Qingming sangat kuat, memarahi M karena asal-asalan saat menaburkan bunga ke makam leluhurnya. Selain itu, Amah sendiri juga hidup sendiri dan sederhana, masih berjualan Congee atau bubur cina versi bahasa Thailand yang ternyata juga dikenal sebagai nama Jok. Amah berjualan Congee setiap pagi mulai pukul 4 pagi. Amah sendiri memiliki 3 orang anak yaitu 2 laki-laki dan 1 perempuan. Nah yang perempuan ini jadi mama nya si M, kebetulan juga belum punya pekerjaan tetap dan akhirnya bersedia tinggal bersama Amah yang telah divonis hanya mampu bertahan 1 tahun karena sakit kanker.
Film garapan Pat Boonnitipat ini mampu menghadirkan suasana hangat tradisi China yaitu Qingming di Thailand serta ciri khas kecil lainnya seperti adanya drama dan musik khas China yang sempat diputar di televisi serta pada saat adegan Amah berkunjung ke rumah kakak kandungnya. Kalau dilihat dari cara Amah beribadah, Amah ini sepertinya memeluk agama Konghucu karena ada altar dengan patung Dewi Kwan Im. Tidak hanya itu, film yang berdurasi 2 jam 5 menit ini juga menceritakan bagaimana Amah juga mendapatkan kunjungan setiap Tahun Baru China (Imlek) dari anak-anaknya. Keluarga Amah juga punya kebiasaan yang unik yaitu suka bermain kartu sambil makan bersama. Adanya akulturasi tradisi China dan Thailand terasa sangat mirip dengan yang di Indonesia. Saya sangat puas menonton film ini walaupun mengandung bawang yang membuat air mata ini turun berulang kali, namun banyak komedi yang juga dihadirkan, ketawa sambil nangis gitu jadinya, mixed feeling. Filmnya juga menggambarkan keseharian dengan segala problematika berkeluarga sampai ke pembagian warisan. Film ini sungguh dekat di hati. Sebagai tambahan informasi, film ini diproduksi oleh GDH dan didukung oleh KlikFilm, bakal tayang 15 Mei 2024 di Bioskop Indonesia. Siapkan tissue ya, ini penting banget! Overall : 9/10
Kontributor : Linda Erlina
Comments
Post a Comment